DBS memimpin konsorsium sembilan bank. Mereka meluncurkan struktur pembiayaan proyek senilai US$ 625 juta untuk smelter high pressure acid leach (HPAL) pertama di Indonesia milik PT Halmahera Persada Lygend (PT HPAL).
PT Halmahera Persada Lygend perusahaan pertama di Indonesia dalam pemanfaatan teknologi HPAL untuk membuat campuran endapan nikel-kobalt hidroksida (MHP) dan nikel sulfat. Selanjutnya menjadi bahan baku utama pembuatan baterai listrik.
Seiring pertumbuhan permintaan global untuk kendaraan listrik alias electric vehicles (EV), permintaan penyimpanan dan baterai logam juga meningkat. Smelter HPAL akan memainkan peran utama dalam rantai pasokan guna memenuhi permintaan EV yang terus meningkat secara global. Penjualan EV diperkirakan akan naik 41,9% menjadi lebih dari 4,4 juta unit pada 2021.
Tan Su Shan, Group Head Institutional Banking dan Presiden Komisaris PT Bank DBS Indonesia, mengatakan, transaksi itu mendukung ambisi Indonesia untuk industri manufaktur kendaraan listrik dan baterai. “Dengan Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, kami sangat senang dapat mendukung rencana negara ini mengembangkan rantai pasokan EV global di dalam negeri, dengan membantu memajukan perusahaan di industri dengan pertumbuhan tinggi, seperti PT HPAL, yang juga memperhatikan dampak LST mereka,” kata Tan, Kamis (1/4).
DBS ditunjuk sebagai salah satu koordinator utama untuk memfasilitasi pembiayaan proyek tersebut. Mengingat rekam jejak kuatnya dalam memberikan saran kepada nasabah tentang struktur pembiayaan untuk proyek sejenis.
Sebagai koordinator utama dan mandated lead arranger, DBS mengembangkan struktur pembiayaan yang dapat secara tepat menjawab berbagai tantangan dalam tahap pengembangan proyek dan dampak dari paparan terhadap harga patokan. Keduanya merupakan hal umum dalam proyek smelting.
DBS juga memainkan peran penting dalam membantu dan mengkoordinasikan alur kerja uji tuntas, mendukung bank anggota konsorsium melalui proses kredit mereka. Serta menyampaikan solusi untuk berbagai permasalahan sebagai agen fasilitas dalam pembiayaan tersebut.
DBS akan mengucurkan ke proyek energi terbarukan, energi bersih, dan proyek ramah lingkungan dengan nilai S$ 50 miliar pada 2024. Naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan target sebelumnya, S$ 20 miliar.
Pada tahun 2020, DBS menyelesaikan transaksi pembiayaan berkelanjutan senilai S$ 9,6 miliar. Naik 81% ketimbang tahun sebelumnya. DBS juga menjadi bank Singapura pertama yang menawarkan pembiayaan transisi. Serta meluncurkan kerangka kerja dan taksonomi keuangan transisi dan berkelanjutan pertama di dunia. Tujuannya membantu nasabah meraih kemajuan dalam perjalanan keberlanjutan mereka.
Sumber: FinTechnesia