Baterai kendaraan listrik
Pertambangan

Mau Kembangkan Baterai Kendaraan Listrik, RI Perlu Bantuan China dan Australia

Baterai kendaraan listrik tidak bisa berdiri sendiri.

Indonesia merupakan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, sekitar 32,7 persen bijih nikel dunia tersimpan di bumi Nusantara. Menurut data Badan Geologi Kementerian ESDM per akhir 2019, untuk bijih nikel kadar rendah Indonesia memiliki total cadangan (cadangan terkira dan cadangan terbukti) sebesar 1,7 miliar ton bijih nikel kadar rendah dengan kadar 0,9-1,5 persen Ni. 

Sejak 2014, pemerintah telah mendorong hilirisasi mineral agar bijih nikel diolah di dalam negeri. Berdasarkan data yang tercatat di Ditjen Minerba, sampai saat ini terdapat 6 rencana smelter nikel kadar rendah untuk menghasilkan MHP/MSP sebagai salah satu bahan baku utama industri katoda baterai kendaraan listrik.

Keenam smelter tersebut dibangun oleh PT Halmahera Persada Lygend di Halmahera Selatan, PT Smelter Nikel Indonesia di Banten, PT Adhikara Cipta Mulia di Konawe Utara, PT Vale Indonesia di Sulawesi Tenggara, PT Huayur Nickel Kobalt di Morowali, dan PT QMB New Energy di Morowali. 

Jika semua smelter tersebut di atas selesai dibangun, maka kebutuhan input smelter diperikirakan dapat mencapai sejumlah 29 juta ton bijih nikel kadar rendah per tahun. Diperkirakan cadangan bijih nikel kadar rendah Indonesia mampu untuk memenuhi kebutuhan input smelter-smelter tersebut hingga tahun 2091.

Indonesia Butuh Litium dari China dan Australia

Untuk pembuatan baterai kendaraan listrik, yang dibutuhkan bukan hanya produk turunan nikel seperti nikel matte, MHP, dan MSP saja. Elemen utama dan paling dibutuhkan dalam baterai Li-ion adalah nikel, kobalt, mangan, dan litium. Indonesia kaya akan nikel, kobalt, dan mangan. Tapi ketersediaan litium di Indonesia tidak signifikan. Berdasarkan data United States Geological Survey (USGS) tahun 2020, Indonesia tidak termasuk dalam 10 negara dengan cadangan lithium terbesar di dunia.

Menurut keterangan Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Indonesia membutuhkan bantuan China dan Australia untuk memperoleh litium. 

“Negara dengan keterdapatan litium terbesar dunia adalah Australia dan China. Indonesia telah menjalin kerja sama kemitraan ekonomi dengan Australia dan China. Dengan Australia, kerja sama dalam bentuk Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) dan dengan China dalam bentuk ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Dalam kerja sama kemitraan ekonomi dengan dua negara tersebut, telah disepakati bahwa Bea Masuk untuk litium adalah sebesar 0 persen,” demikian keterangan Ditjen Minerba yang dikutip kumparan, Sabtu (24/10).

Selain ketersediaan litium, tantangan lain adalah mewujudkan kesiapan industri berikutnya dalam pembuatan komponen-komponen yang diperlukan dalam pembuatan baterai kendaraan listrik, misalnya untuk pembuatan katoda, anoda, separator untuk membentuk komponen sel baterai yang akan diproses lebih lanjut menjadi battery pack. 

Rencana Pembentukan BUMN Indonesia Battery

Baru-baru ini terungkap bahwa Menteri BUMN Erick Thohir berencana membentuk holding BUMN PT Indonesia Battery. Tiga perusahaan pelat merah bakal bersatu untuk membentuk Holding Indonesia Battery. Ketiga perusahaan tersebut adalah holding pertambangan MIND ID, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero). Holding ini ditujukan untuk pengelolaan industri baterai electronic vehicle (EV) di Indonesia secara terintegrasi dari hulu hingga ke hilir.

CEO Mining Industri Indonesia atau MIND ID, Orias Petrus Moedak, mengungkapkan untuk mewujudkan PT Indonesia Battery, Menteri BUMN Erick Thohir telah membentuk tim sejak Februari 2020. 

Orias belum bisa membeberkan detail yang sudah dikerjakan tim itu. Hanya saja, Orias memastikan tim yang dibentuk tersebut segera selesai membuat PT dalam waktu dekat.

Sumber: Kumparan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *